Menunggu
Pelayanan 09 Desember 2015 17:15:40 WIB
Air telaga bergerak mengikuti angin. Dari Tenggara mengarah Barat Daya lalu belok ke Barat Laut setelah menabrak pasangan batu kosong yang dibangun sejak zaman Belanda. Air bergerak tenang, tidak bertenaga. Tapi nyata. Seperti diriku yang akhir-akhir ini malas tersenyum. Setelah bertemu dengan Dama tentunya. Putra mbarep pak-e yang sambang tugas dari Jawa Timur. Dipandangan pertama sungguh mendebarkan, tidak disangka tidak diduga!
Ketika sibuk menyiapkan makan siang, hari Minggu pagi setelah subuh aku kembali tidur, sebab sorenya ngaji semalaman satu Suro, di Ngaslor. Aku terlelap hingga mak-e membangunkan kira-kira jam sepuluh. Aku tergopoh ke kamar mandi lalu sibuk setelah merasa segar. Biasa, nyiapin makan.
Aku peng-hobi masak seperti mak-e, segera goreng tempe, sengaja agak asin. Oseng buncis ama kulit mlinjo ama tahu, dibumbui tempe bosok, griting, tambah gula … dah! Sip! Tinggal goreng krupuk, eh ternyata keringat mulai mengalir.
Ada berhelai rambut menyembul keluar, ngirup udara segar kali. Aku membetulkan di kaca rias keluarga dekat dapur. Dan betapa kagetnya aku ketika asyik mbetulin kerudung ada seraut wajah muncul di belakang kerudung, … aku membalik,
Damakah dia?
Cowok itu tersenyum lebar sambil menyebut namaku. Membuat tersipu dan kikuk … tapi dengan keahlian memasak, ada banyak basa-basi berhasil aku susun untuk menutupi rona pipi yang tiba-tiba malu.
Kepulangan sebentar itu mampu memporak-porandakan hati yang mulai ingin disayang. Berbagai makanan aku sajikan untuk mencuri pandang, nasi goreng ketika pagi, lotisan disiangnya dan …. Banyak lagi, sampai-sampai jahe di kebon tak luput kena imbas.
Rasanya, wajah tampan Yus mulai tergantikan. Kemistriku mengarah pada Dama. Kok bisa, ya? Padahal sungguh! sejak datang di masjid Sa-Sa, Yuslah cowok yang aku suka. Yus tegar, berani … walau agak arogan gitu, maklumlah anak muda. Tetapi mengapa wajah Dama yang kalem-kalem saja justru memporandakan hati? Memang sih kelebihan Dama bisa mengagungkan orang-orang tua. Menghormat orang tua, duh …! Tidak seperti diri ini yang selalu uring-uringan dengan ayah bunda.
Beberapa burung sriti menyambar permukaan air. Kemudian membentuk gelombang kecil, lalu dilihat oleh mata yang enggan berkedip. Ketika menikmati berbagai garis Illahi yang terjadi di telaga.
Sebentar kemudian, rona merah terpantul dari dalam telaga. Senja ini, matahari lebih awal terbenam. Aku masih menikmati dua wajah yang datang silih berganti. Tak henti-henti, Yus dan Dama. Yus? … Dama?.. Entah!
Ada kerinduan menyusup di antara harapan yang entah terkabul atau tidak,…. Ayah, bunda …. Walau kadang beberapa perkataannya sungguh menyakitkan, biasalah anak broken home. Ampun ya Allah, kalau dulu aku mencibiri nasibku. Sekarang aku begitu bersyukur atas semua ini, hingga aku terdampar di ‘pelabuhan’ Sa-Sa ini. Semua karena hidayahMU! tempat dimana aku berharap dapat menemukan seorang yang dapat membimbing, memotifasi dalam siar agama, menghadapi gelombang wahnun, menghadapi krisisnya moral dunia. Ya Allah …. aku pasti rugi andai Engkau tidak memberi hidayah!
Suara menyinggung dan menyakitkan membawaku bertapa di Padepokan Banjaran, Burengan, Kediri. Dengan sabar aku bangun hati dan perasaan yang antah-berantah. Satu demi satu sehingga menemukan jati diri, makna hidup dan hakekat hidup. Bahwa manusia diciptakan untuk beribadah! Aku bangga dengan almamaterku sekarang, mubalighot! .. Aku akan menjaganya!
Hingga aku merenung di telaga ini.
Ayah, bunda, ma’afin May. Sore seperti ini pasti kalian uring-uringan,… adik belum mandi, lalu nyalahin yang di rumah. Kakak baru pulang dari trek-trekan …. bunda nggak masak …. Semua tumpah ruah dan akhirnya aku harus ngalah untuk semua. Mandiin adik , masak … aku baru bisa istirahat setelah jam Sembilan, sementara kakak hanya nonton tv. Huf …!
Kenapa aku rindu suasana itu? Karena merasa damai disini? Jama’ah disini menghormatiku, menyayangiku … nurut-nurut, sehingga aku rindu suasana berantakan? … sekali lagi, ayah bunda, ma’afin May.
Bayangan Yus telah pergi.
Terlalu berharapkah aku jika ingin jadi pendamping Dama? Aku pikir diriku cukup layak untuk mendampinginya. Aku cantik, kata orang lho, apalagi ada tahi lalat disini, supel, pandai masak, juga … jadi Dai seperti Dama … tapi …. Tentu tempat Dama tugas banyak gadis menggandrungi. Keyuadziman itu pasti jadi daya tarik luar biasa. Bagi orang tua yang menginginkan menantu sholeh.
Ah! Aku membuang wajah Dama.
Kembali menikmati raja siang, ketika mulai bersujud. Mohon ijin pada Illahi untuk kembali terbit. Dari arah barat ataukah arah timur. Dan ternyata keduanya sangat berbeda arti. Kalau matahari terbit dari timur, berarti kehidupan fana terus abadi. Tetapi kalau terbit dari barat?
Kiamat!
Semoga belum! Ya! sebelum Dama tahu betapa aku mengharap … atau setelah aku menyatakan cinta? Begitu? Duh….! Debaran tiba-tiba datang menyadarkan bahwa aku tergesa jatuh cinta. Bahwa aku telah lama melamun.
Suara adzan berubah iqomad. Setelah menghilangnya raja siang.
Entah. Aku ingin melanglang lagi, melamuni yang terjadi seminggu ini walau akhirnya sedih aku temukan … tidak ! aku May! tidak akan larut dalam kesedihan ini! banyak tugas harus aku kerjakan!
Aku segera pergi dan membuang wajah Dama di telaga.
Pagi masih buta. Udara senyap mampu menidurkan mata yang telah subuh. Kembali ke alam mimpi. Duh …. Padahal pagi ini Allah mengobral rejeki banyak sekali! Bahkan tak terhitung, aku tak mau ketinggalan. Tadi setelah subuh aku sempatkan baca Al-quran, sebagai amalan andalan yang akan aku gunakan untuk memohon. Targetku, setiap dua bulan bisa khatam, sehingga harus membaca sedikitnya tujuh lembar setiap hari agar ketika datang bulan tetap bisa khatam. Lalu, beberapa bahan sayur aku petik setelahnya. Ada dong so, tayuman, lembayung. Lumayanlah, umpama belinya di Sumatra harganya sekitar sepuluh ribu. Kalau dikalikan satu bulan? Cukup untuk kredit Revo.
Nanti sore akan aku sayur oyok-oyok, pedes dan hu hah!
Mak-e mendekat. Tapi tidak seperti biasa. Ada apa, ya? Kok tiba-tiba jadi deg-degan? Dan betul, setelah berbasa-basi mak-e menanyakan siapa cowok idamanku. Ya . . . tentu saja Dama, batinku.
Dengan tersipu, aku diam. Banyak keraguan dalam hati untuk berterus terang. Ya kalau Dama suka, pak-e setuju … kalau tidak bagaimana aku konsen dalam tugas? Tentu akan sangat mengganggu. Dai-yah ditugaskan itu untuk menyampaikan ayat-ayat suci, bukan terlena dalam kesedihan. … Apalagi jatuh cinta….?
Entah!
Memang, di Burengan dipelajari aturan cinta, batas-batas cinta, cara jatuh cinta, tindakan setelah jatuh cinta, resiko jatuh cinta dan resiko cinta. Ternyata semua terasa berat setelah mengalaminya. Seperti diriku, yang tidak lagi ceria.
Mak, apa mak-e tidak melihat aku suka pada Dama?
“Yus?”
“Enggak,” dustaku. Karena dulu aku pernah suka.
“Lalu?”
Aku masih menggeleng. Belum berani berterus terang.
“Desa lain?”
“Nggak tahu,” aku menghindar dari tatapan mak-e. Pada sayuran yang sudah siap masak, pagi ini aku pingin nyayur sop, mak-e tadi beli bakso di pasar. Penasaran aja. Si Elsi Girikarto aja bisa nyayur sop. Bahkan juara tiga tingkat remaja se Kab. Gunungkidul.
“Ntar malah dekat sini?”
“Iya”. Jawabku entang. … dan menyesal setelahnya. Campur malu gitu. Lha nanti kalau mak-e nanya …..
“Siapa?”
Nah lho!
”Boleh emak tahu?”
Maaaak..! Dama mak! Sekarang ….. aku sungguh jatuh cinta pada Dama! Masa’ emak nggak ngerti, kemarin itu lho mak ketika Dama pamitan mau kembali tugas, kemudian dia mengucap salam …. padaku … Kali ya? Aku sangat tersipu. Huuufh melayang!
“Aku takut, mak.”
“Emang kenapa?”
“ Yaaa takut bertepuk sebelah tangan. Takut kecewa.”
“Sebelumnya kamu pernah dikecewakan?
“Pernah. Sakit!”
Mak-e tersenyum arif. Ternyata dia tahu kalau aku belum siap untuk terus terang. Siapa berani terus terang kalau yang nanya itu mak-e pujaan?
Tak terasa sayur sop sudah masak. Semua masakan sudah siap, tinggal makan. Tapi selera makanku amblas ditelan bayangan Dama yang tidak mau muncul. Entah kemana.
Damaaaa…..! aku akan setia menunggu. Menunggu cintamu untukku, menunggu restu pak-e dan mak-e!
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |